Cari Blog Ini

Jumat, 23 Agustus 2013

Sejarah asal nama Kuningan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Ada beberapa kemungkinan tentang asal-usulnya Kuningan dijadikan nama daerah ini. Salah satu kemungkinan adalah bahwa istilah tersebut berasal dari nama sejenis logam, yaitu kuningan. Dalam bahasa Sunda (juga bahasa Indonesia), kuningan adalah sejenis logam yang terbuat dari bahan campuran berupa timah, perak dan perunggu. Jika disepuh (dibersihkan dan diberi warna indah) logam kuningan itu akan berwarna kuning mengkilap seperti emas sehingga benda dibuat dari bahan ini akan tampak bagus dan indah. Memang logam kuningan bisa dijadikan bahan untuk membuat aneka barang keperluan hidup manusia seperti patung, bokor, kerangka lampu maupun hiasan dinding.
Di Sangkanherang, dekat Jalaksana sebelum tahun 1914 ditemukan beberapa patung kecil terbuat dari kuningan. Paling tidak sampai tahun 1950-an barang-barang yang terbuat dari bahan logam kuningan itu sangat disukai oleh masyarakat elit (menak) di daerah Kuningan. Barang-barang yang dimaksud berbentuk alat perkakas rumah tangga dan barang hiasan di dalam rumah. Benda-benda dari bahan kuningan itu juga disukai pula oleh sejumlah masyarakat Sunda, Jawa, Melayu, dan beberapa kelompok masyarakat di Nusantara umumnya.
Di daerah Ciamis dan Kuningan sendiri terdapat cerita legenda yang bertalian dengan bokor (tempat menyimpan sesuatu di dalam rumah dan sekaligus sebagai barang perhiasan) yang terbuat dari logam kuningan[. Kedua cerita legenda dimaksud menuturkan tentang sebuah bokor kuningan yang dijadikan alat untuk menguji tingkat keilmuan seorang tokoh agama.
Di Ciamis - dalam cerita Ciung Wanara - bokor itu digunakan untuk menguji seorang pendeta Galuh (masa pra-Islam) bernama Ajar Sukaresi yang bertapa di Gunung Padang. Pendeta ini diminta oleh Raja Galuh yang ibukota kerajaannya berkedudukan di Bojong Galuh (desa Karangkamulya) sekarang yang terletak sekitar 12 km sebelah timur kota Ciamis, untuk menaksir perut istrinya yang buncit, apakah sedang hamil atau tidak. Kesalahan menaksir akan berakibat pendeta itu kehilangan nyawanya. Sesungguhnya buncitnya perut putri tersebut merupakan akal-akalan Sang Raja, dengan memasangkanbokor kuningan pada perut sang putri yang kemudian ditutupi dengan kain sehingga tampak seperti sedang hamil. Perbuatan tersebut dilakukan semata-mata untuk mengelabui dan mencelakakan Sang Pendeta saja.
Pendeta Ajar Sukaresi yang sudah mengetahui akal busuk Sang Raja tetap tenang dalam menebak teka-teki yang diberikan oleh Sang Raja, Sang Pendeta pun berkata bahwa memang perut Sang Putri tersebut sedang hamil. Sang Raja pun merasa gembira mendengar jawaban dari Pendeta tersebut,karena beliau berpikir akal busuknya untuk mengelabui Sang Pendeta berhasil. Sang Raja dengan besar kepala berkatabahwa tebakan Sang Pendeta salah, dan kemudian memerintahkan kepada prajuritnya agar pendeta tersebut dibawa ke penjara dan segera Sang Raja mengeluarkan perintah agar pendeta tersebut di hukum mati.
Teryata tak berapa lama kemudian diketahui bahwa Sang Puteri tersebut benar-benar hamil. Muka Raja tersebut merah padam,hal ini tak mungkin terjadi pikirnya. Dengan gelap mata Sang Raja tersebut marah dan menendang bokor kuningan, kuali dan penjara besi yang berada di dekatnya. Bokor, kuali dan penjara besi itu jatuh di tempat yang berbeda. Daerah tempat jatuhnya bokor kuningan, kemudian diberi nama Kuningan yang terus berlaku sampai sekarang. Daerah tempat jatuhnya kuali (bahasa Sunda: kawali) dinamai Kawali (sekarang kota kecamatan yang termasuk ke dalam daerah Kabupaten Ciamis dan terletak antara Kuningan dan Ciamis, sekitar 65 km sebelah selatan kota Kuningan), dan daerah tempat jatuhnya penjara besi dinamai Kandangwesi (kandangwesi merupakan kosakata bahasa Sunda yang artinya penjara besi) terletak di daerah Garut Selatan.
Dalam Babad Cirebon dan tradisi Lisan Legenda Kuningan bokor kuningan itu digunakan untuk menguji tokoh ulama Islam (wali) bernama Sunan Gunung Jati. Jalan ceritanya kurang lebih sama dengan cerita Ciung Wanara, hanya di dalamnya terdapat beberapa hal yang berbeda. Perbedaan yang dimaksud terletak pada waktu dan tempat terjadinya peristiwa, tujuan dan akibat pengujian itu, dan tidak ada peristiwa penendangan bokor. Jika cerita Ciung Wanara menuturkan gambaran zaman kerajaan Galuh yang sepenuhnya bersifat kehinduan atau masa pra-Islam, maka Babad Cirebon dan tradisi lisan Legenda Kuningan mengisahkan tuturan pada zaman peralihan dari masa Hindu menuju masa Islam atau pada masa proses Islamisasi. Dengan demikian, isi cerita Ciung Wanara lebih tua daripada isi Babad Cirebon atau tradisi lisan Legenda Kuningan. Cerita Ciung Wanara mengungkapakan tempat peristiwanya di Bojong Galuh, sedangkan Babad Cirebon dan tradisi lisan Legenda Kuningan mengemukakan bahwa peristiwanya terjadi di Luragung (kota kecamatan yang terletak 19 km sebelah timur Kuningan).

Tidak seperti dalam cerita Ciung Wanara, penaksiran kehamilan Puteri dilatarbelakangi oleh tujuan mencelakakan pendeta Ajar Sukaresi dan berakibat pendeta tersebut dihukum mati, dalam Babad Cirebon dan tradisi lisan Legenda Kuningan penaksiran kehamilan tersebut dimaksudkan untuk menguji keluhuran ilmu Sunan Gunung Jati semata-mata dan berdampak mempertinggi kedudukan keulamaan wali tersebut. Anak yang dilahirkannya adalah seorang bayi laki-laki yang kemudian dipelihara dan dibesarkan oleh Ki Gedeng Luragung, penguasa daerah Luragung. Selajutnya Sunan Gunung Jati menjadi Sultan di Cirebon. Setelah dewasa bayi itu diangkat oleh Sunan Gunung Jati menjadi pemimpin atau kepala daerah Kuningan dengan nama Sang Adipati Kuningan.
Jadi, dari nama jenis logam bahan pembuatan bokor itulah daerah ini dinamakan daerah Kuningan. Itulah sebabnya, bokor kuningan dijadikan sebagai salah satu lambang daerah Kabupaten Kuningan. Lambang lain daerah ini adalah kuda yang berasal dari kuda samberani milik Dipati Ewangga, seorang Panglima perang Kuningan.
Menurut tradisi lisan Lagenda Kuningan yang lain, sebelum bernama Kuningan nama daerah ini adalah Kajene. Kajene katanya mengandung arti warna kuning (jene dalam bahasa Jawa berarti kuning). Secara umum warna kuning melambangkan keagungan dalam masyarakat Nusantara. Berdasarkan bahan bokor kuningan dan warna kuning itulah, kemudian pada masa awal Islamisasi daerah ini dinami Kuningan. Namun keotentikan Kajene sebaga nama pertama daerah ini patut diragukan, karena menurut naskah Carita Parahyangan sumber tertulis yang disusun di daerah Ciamis pada akhir abad ke-16 Masehi, Kuningan sebagai nama daerah (kerajaan) telah dikenal sejak awal kerajaan Galuh, yakni sejak akhir abad ke-7 atau awal abad ke-8 Masehi. Sementara itu, wilayah kerajaan Kuningan terletak di daerah Kabupaten Kuningan sekarang.
Adalagi menurut cerita mitologi daerah setempat yang mengemukakan bahwa nama daerah Kuningan itu diambil dari ungkapan dangiang kuning, yaitu nama ilmu kegaiban(ajian) yang bertalian dengan kebenaran hakiki. Ilmu ini dimiliki oleh Demunawan, salah seorang yang pernah menjadi penguasa (raja) di daerah ini pada masa awal kerajaan Galuh.
Dalam tradisi agama Hindu terdapat sistem kalender yang enggambarkan siklus waktu upacara keagamaan seperti yang masih dipakai oleh umat Hindu-Bali sekarang. Kuningan menjadi nama waktu (wuku) ke 12 dari sistem kalender tersebut. Pada periode wuku Kuningan selalu daiadakan upacara keagamaan sebagai hari raya. Mungkinkah, nama wuku Kuningan mengilhami atau mendorong pemberian nama bagi daerah ini?
Yang jelas, menurut Carita Parahyangan dan Fragmen Carita Parahyangan, dua naskah yang ditulis sezaman pada daun lontar beraksara dan berbahasa Sunda Kuna, pada abad ke-8 Masehi, Kuningan sudah disebut sebagai nama kerajaan yang terletak tidak jauh dari kerajaan Galuh (Ciamis sekarang) dan kerajaan Galunggung (Tasikmalaya sekarang). Lokasi kerajaan tersebut terletak di daerah yang sekarang menjadi Kabupaten Kuningan.

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_asal_nama_Kuningan

ASAL USUL DESA NANGGELA




Zaman baheula desa nanggela jeung desa cihideunghilir téh masih ngahiji kaasup sadésa. Tapi kusabab, desa cihideunghilir lega akhirna kampung nanggela di jadikeun desa nanggela . bagian kaler desa nanggela, jeung bagian kidul desa cihideunghilir. Desa nanggela teh boga pantrangan lamun aya pamuda anu kawin ka daerah cigede, maneunteung, eta pamuda kudu di bere bedog atawa ngaleupaskeun hayam hideung sagala, ngarah salamet di jalan, nu pasti cenah mah sok aya wae akibatna mun ngalanggar ieu pantrangan teh. Nanggela teh asalna tina dua kecap nyaeta nang (bawang lanang) jeung gela (anu hartina kecewa) Teu aya penjelasan kunaon asal muasalna wewengkon ieu dingaranan nanggela . nanggela teh cenahmah asalna mah tina bawang lanang anu bareto loba di tanemkeun di eta desa. Kusabab aya penjajahan, akhirna eta tumbuhan bawang lanang tos teu aya deui . masyarakat na kecewa ku sabab eta tumbuhan lanang tos teu aya akhirnamah di jadikeun kampung nanggela atanapi ayeuna desa nanggela.


nama : ira krisnawati
kelas XIIipa3

JUDUL : NGARAN DESA PIPIR JALAN TI JATI MULYA SAMPE KA CIDAHU.



JUDUL : NGARAN DESA PIPIR JALAN TI JATI MULYA SAMPE KA CIDAHU.
Eusi :
ceuk jelma kolot, zaman baheula ngaran desa pipir jalan ti jatimulya sampe ka cidahu aya makna na . Desa jatimulya tadina cenah pedah loba tangkal jati anu di pelak ti dinya jadi ngarana jatimulya. Desa cikeusiktadina cenah loba kesik anu ngunggul di desa eta. Desa legok jaman baheulna tadina jalana lalegok jadi ngarana legok . Desa cieurih tadina baheulana loba tangkal eurih anu di tanem di desa eta. Desa cidahu zaman baheulana di pelakan tangkal dahu ,jadi ngarana cidahu. Ku sabab aya penjajahan tangkal dahu tos punah ti desa eta .

Asal Muasal Oleced

Bismillahirrahmanirrahiim...

Nama: Widiyanti
Kelas: XII IPA 3

Kira-kira taun 1860 an,Pamarentah Hindia walanda ngayakeun nyiyeun jeung ngalebaran jalanantara Kuningan_Ciawigebang.
Wahangan Ciliwung pindah ka belah kidul jalan Luragung.,sedengkeun pelokan nu di sebut pertelon pindah ka tikungan Oleced(ayeuna) dilanjutkeun ku gawe paksa(rodi) pepelakan kopi,harita teh desa danasuka diganti jaadi manggari ku kompeni walanda nu keur nyiyeun peta pikeun nyiyeun jalan. Adapun kajadian ceuk jama kolot baheula sapertos kiyeu:
                Dihiji poe aya sarombongan patrol kompeni nu keur ngontrol naek kuda dating ti belah kaler,ka  Pertelon Manggari.Nembe oge nepi di wahangan ciporang,sadaya kudana kacapean,didinya kompeni aristirahat.Saurang komando kompeninyauran salah saurang warga Manggari,maksud pikeun nanyakeun kaayaan daerah eta jeung name daerah iyeu tempat make basa anu teu dipikaharti ku rahayat. KAbeneran kompeni eta lempangna ingsud-ingsudan kusabab dina sampeana aya raheut.
Teu diduga salah saurang sespuh rahayat Manggari ngawanikeun diri maju kusabab ngira yen eta kompeni  menta tulung saentosna kompeni caket ka sesepuh anjeuna tumaros deui, “Iyeu kampong naon?” ngangge logat basa melayu dialek Walanda.
Kapaksa sesepuh eta saking ku teu ngartosna patarosan eta kompeni anu di ajukeun ka manehna, anjeuna jug nagog wae ningal raheut din sampean eta kompeni. Ujug-ujug si sesepuh eta the nyarios “Oh Lecet”. Mireung cariosan kitu kompeni katingal sapertos gumbira,terus di catet di bukuna.
Saatos eta, sadaya rombongan  kompeni  Walanda ngalajengkeun ngontrolka daerah kuningan.
Sataun saatos kajadian eta di jalan  pertelon dib ere tanda atawa plang nu di bubuhanku name kampong OLECET.
Sakitu silsilahna,lami kalamian ubah jantenOleced (Pedah Olecet mangrupa dialek Jawa).

Ngahaturkeun *:) senang punten telat

Asal Usul Lapangan Ibrahim Adjie

    Ditataran sunda loba pisan sajarah sajarah atawa situs situs sajarah perjuangan. Diantawisna dibeulah kidul Kuningan anu jentrena di Desa Citikur Kacamatan Ciwaru aya lapangan bal anu ngandung sajarah.
    Sabenerna eta desa can lila jadi desa lamun di itung ti taun 2013 katukang karek 6 taun jadi desa, tadina kaasup ka desa tatangga. Kuperjuangan atawa usaha rahayat dipeukarken jadi desa. Sanajan desa leutik loba pisan situs sajarah disakurilingna diantawisna lapangan bal tea, anu kieu rundayan caritana.
    Ti taun 1950-1951 saentosna Indonesia merdeka rahayat wewengkon kidul kuningan genting riweuh kuseurangan DI TII anu di pimpin ku si Gojim katelahna eta teh disebutna Gorombolan tea. Eta gorombolan gawe na ngabunuh, ngarampog rahayat beurang peuting, rahayat loba nu korban. Tiharita Tentara Indonesia turun anu dipimpin ku Panglima Kodam anu namina Ibrahim Adjie. Tiharita perang campuh beurang peuting ngalawan gorombolan anu sarua mawa sanjata, ahirna rahayat jeung TNI ngahiji ngalawan gorombolan tea anu disebut Gerakan Pager Bitis anu sanjata na ku bambu runcing.
Tina perjuangan eta alhamdulillah ngabuahkeun hasil, gorombolan kateter eleh, kalayan harita keneh turun ti gunung nyerenkeun diri jeung anak buahna. Tentara anu dipimpin ku Ibrahim Adjie ngabuahkeun hasil jeung si Gojim bisa turun nyerenkeun diri tiharita aya kapal helikopter turun ngadarat di lapangan bal eta, pikeun ngangkut si Gojim jeung anak buahna ka bandung pikeun di proses hukum.
    Tiharita lapangan bal dingaranan Lapang Ibrahim Adjie pikeun pangeling-ngeling yen aya jasa perjuangan TNI anu dipimpin langsung ku Bapa Panglima Kodam Ibrahim Adjie.

LEGENDA GUNUNG SIANG




Dina zaman baheula,keur zaman legenda Sangkuriang sareng Dayang Sumbi.
Singkat carita,basa sangkuriang gagal dina ngadamel parahu sareng ngabendung sungai syarat ti dayang sumbi pikeun nikah sareng mantena,sangkuriang henteu narima yen manehna teu tiasa nikah sareng dayang sumbi.Kusabab yen dayang sumbi teh sepuhna sangkuriang.Ahirna,dayang sumbi diudag-udag ku sangkuriang nepi ka hiji leuweung,teras dayang sumbi ngebutkeun salendangna kana jajalaneun,ahirna taneuh jeung babatuan janteun ngagumuk pinuh ku tatangkalan kai anu galede,kangge ngahalangan sangkuriang supaya teu janteun nikah sareng mantenna.Kebutan salendang dayang sumbi anu ngajantenkeun ngagumuk jadi taneuh cadas sareng batu tur kai.
Tangkal kai nu tingjungkiring ti kapungkur nepi ka ayeuna masih harirup,eta taneuh sareng tatangkalan nu ngagumuk teh,dinamian gunung siang.Ti saprak harita eta gunung siang teh,janten desa.Teras ayeuna mah di gentos janten desa kertawana.Kerta nyaeta aman,sedengkeun wana na teh,nyaeta leuweung.
Cekap sakieu rupina ngenaan sasakala gunung siang ti abdi,kirang langkungna neda dihapunteun,,, J

Dongeng Desa Cimaranten

Keur jaman baheula Aya sebuah Lembur Sawangan nu unik, letakna Rai Sapalih utara anjeun Kinten-kinten anjeun 15 km Ti Dayeuh Kabupatena Kuningan Awak Lembur Baruk sering disebut Lembur Ciasin, kusabab Rai Lembur tersebut Aya Soca Cai Sawangan rasanya asin.
 Seiring berjalanna waktu Awak perkembangan jaman, Lembur Kadieu kemudian berubah Nami menjadi Lembur Cios. Sesepuh Sawangan pertama Aranjeun menjaga Lembur anjeun Cios Nyaeta namina Buyut Maendran. anjeun Buyut Maendran meninggal anjeun Awak dimakamkan Rai Cangkeng Nangkapandak Sawangan Ayeuna Namina Cantilan. Aya Hiji Cangkeng peninggalan Buyut Maendran yaitu Cangkeng Buyut Maendran, Cangkeng Buyut Maendran Nyaeta Galur Lembur Sawangan pertama Aranjeun Aya Rai Lembur Cios Pareum Basa itu.
Karena penduduk Lembur Cios sangat banyak, dahar Lembur Cios terbagi Dua yaitu Sawangan Sapalih barat dinamakan Hulu Dayeuh Awak Rai Sapalih timur dinamakan Dayeuh Hideung..
Kemudian Pareum Basa Baruk Dongkap seorang putri Sawangan sangat cantik keturunan Ti anjeun keraton Luwung Cirebon Sawangan namina Koneng Maenya Kai Karantenan, Manehna anjeun singgah kamari Lembur Cios Awak menetap Rai Lembur Cios, kusabab keramahannya Awak kebaikannya putri tersebut diberi kepercayaan oleh warga masyarakat Lembur Cios Paranti memimpin Lembur tersebut. Selama kepemimpinannya Lembur tersebut mengalami kemajuan Awak kemudian anjeun berganti Nami menjadi Lembur Sindang Hayu.
Dan waktu terus berjalan dibawah kepemimpinan Koneng Maenya Kai Karantenan. anjeun kusabab kebaikan Awak keramahannya keseluruh warga masyarakatnya, Awak kusabab kearipan serta kebijaksanaannya dalam memimpin, sehingga berkat kepercayaan Ti masyarakat dahar Lembur Sindang Hayu dirubah Namina kembali menjadi Lembur Cimaranten Sawangan sampai Ayeuna Nami tersebut Nyaeta sebagai Nami Perkawis Hiji Lembur Sawangan Aya Rai Kabupaten Kuningan. Awak Kadieu Mangrupa penghargaan Ti warga masyarakat Lembur Sindang Hayu Paranti Mieling Awak mengabadikan berkat jasa-jasanya Sawangan telah diberikan oleh pimpinannya yaitu Koneng Maenya Kai Karantenan.
Beliau Nyaeta seorang pemimpin Sawangan bijaksana, dermawan, suka menolong, Nyongcolang hati, ramah Awak welas asih. anjeun dahar para penduduk disana merubah Nami Lembur Sindang Hayu menjadi Lembur Cimaranten.
Banyak orang jaman Ayeuna mempercayai bahwa Aya kemungkinan Nami Cimaranten diambil Ti Nami Beliau yaitu Koneng Maenya Kai Karantenan. anjeun Hal Kadieu dimaksud supaya penuduk Lembur Cimaranten Sawangan Heubeul Awak Sawangan Ayeuna selalu Mieling Nami Awak jasa beliau Rai hati Maranehna Awak teu melupakan jasa-jasa Sawangan telah beliau lakukan Paranti Ngawangun Lembur Cimaranten ini.
Demikian sepintas kilas sejarah Lembur Cimaranten, Awak Urang mohon Hapunten kepada para sesepuh serta leluhur Sawangan menjaga Lembur Cimaranten Kadieu apabila dalam penyusunan sejarah siongkat Kadieu Aya kekurangan Awak Aya Sawangan belum tercatat.


Nama
    : Fajar Muhammad Ramdhan
Kelas
    : XII IPS 3
SEJARAH DESA TARAJU
            Pada jaman dahulu abad ka 18 masehi, di hiji kampung anu ayeuna di sebut desa Taraju itu, aya hiji pangeran di keraton kanoman anu nyamar ngajadi Empu Samandullah. Empu Samandullah parantos ngadamel sababraha pusaka anu dipesen ku bangsawan ti kadipaten jeung para Raja. Salain nyieun pakakas (panday), maksudna darang ka tarahu the , bade ngayakeun  pemberontakan ka  penjajah belanda.
            Ketika walanda apal maksud ki Samandullah nyaeta , bade ngabarontak Belanda,akhirna  ki Samandullah bakalan du piceun ka  kota Ambon, tapi ki Samandullah ngajukeun permimtaaan supados  jikalau amjeuna bakalan di buang  ka Ambon, anjeuna hoyong tepang sareng kulawargina nu aya di desa taraju,ki Samandullah nyarita ka kulawargina lamun sabenerna anu  bakalan di buang teh sanes anjeuna, tapi sabenerna ki Samandullah nabkalan aya di tanah suci.
Asal mula nama desa Taraju
            Taraju dina bahasa sunda anu lemes hartina nyaeta tak-tak (bahu).Taraju ngagaduhan arti tina  timbangan emas.
Taraju oge dis sebat desa tuakusabab lamun aya jalma sombong ku ilmu lahur batinna datang ka Taraju, sepertos dukun,paranormal,kiai biasana henteu lami kemudiam anjeuna bakalan sial atawa  pupus.
            Jadi disimpulkeun di bobot, ditimbang tarajukan antara ilmu,amal jeung akhlak ti baheula oge di taraju ntos seueur jalmi jalmi anu ngolah ilmu kebatinan, baheula desa Taraju the aya di pinggir sungai Cisande , nyaeta  sebelah utara.
            Nama Taraju the nyaeta nama pamasihan ti sunan Gunung Jati, pas nuju menimbang-nimbang tarajukan perjalanan.
Adat desana nyaera :
·         teu kenging ngabantun jenazah ka alun-alun , ku sabab sieun bisi seueur anu pupus atau meninggal.
·        teu kenging di sunatan dua anak sakaligus. ku sabab sieun bisi salah sahiji anakna pupus.
·         teu kenging sunatan di sarengan ku nikahan , ku sabab bisi salah sahijina sial.
·         lamun aya anak anu lahir di bukan safar (penanggalan hijriah dan jawa), kudu ditimbang berat badanna serta di ayakeun acara syukuran.
tugas sunda     widia sari XII  ipa 3

Sasakala Leuweung Bangong




Sasakala Leuweung Bangong
          Kacaritakeun jaman baheula di desa Cihirup aya kuwu anu kacida beungharna, arana Singa Dilaga, katelahna embah kuwu. Harta bandana bru di juru bro di panto ngalayah di tengah imah, rea ketan rea keton sarupaning ingon-ingon ti mimiti meri, hayam, soang, entog, embe, munding, jeung sapi aya kabeh.
            Sajaba beunghar teh, eta embah kuwu kacida bageurna, someah, berehan, nyaah kasasama, teu sombong antukna rayatna ngarasa ajrih boga pamingpin jiga kitu.
            Sakumaha biasana, embah kuwu saban poe lebaran iedul adha sok ngayakeun korban embe leuwih ti hiji. Dina hiji waktu mah embah kuwu rek korbana ku sapi jalu nu panggagahna, atuh samemeh dikorbankun teh eta sapi dimandian ngarah beresih, geus kitu sup dikakandangnakeun sina nyatuan jukut.
            Sarengse shalat iedul adha embah kuwu nyuruh gandekna sina mawa sapi nu di kandang ka alun-alun. Bapa lebe nu rek meuncitna geus nyadiakeun bedog nu seukeut. Nu sejena marawa peso jang ngeureutan dagingna.
            Di perjalanan ka alun-alun, dadak sakala si sapi teh bet ngamuk, atuh nu nungtun kawalahan. Sapi becir duka kamana.
            Panitia pada bingung kamana neangan sapi nu leupas. Unggal pasir dipapay hiji-hiji, ari horeng simana horeng si sapi keur depa di pasir masigit bari bengong ka beulah kaler nyanghareup ka laut sindang laut.
            Ti harita dugi ka kiwari leuweung eta katelahna “leuweung Bangong”.